Dalam pergaulan, konflik sudah menjadi bagian yang terjadi, yang
tidak bisa dihindarkan. Saling memaafkan adalah jalan damai untuk
mengakhiri konflik. Kita sering mendengar orang mengatakan: “ya…saya
sebel atas kelakuan yang telah dia perbuat sama saya, tapi saya sudah
memaafkannya kok!”. Nampaknya, dengan perkataan tersebut semuanya beres
dan orang tersebut betul-betul telah memaafkan.
Namun dalam kenyataannya, kebencian seringkali cepat menerobos masuk
ke pikiran bawah sadar dan tinggal di sana tanpa kita sadari. Ketika ada
“pemicu” yang mengungkit kebencian itu, dengan mudah ekspresi benci dan
marah melesat keluar meskipun kita pernah berkata memaafkannya. Ini
terjadi karena maaf yang terucap dalam kata-kata adalah maaf yang muncul
dari pikiran sadar. Sementara, akarnya ada di dalam pikiran bawah
sadar.
Sedangkan dalam riset psikologi kita tahu bahwa 88 persen dari apa
yang menjadi tingkahlaku kita di dorong oleh pola pikir yang ada di
pikiran bawah sadar. Artinya, kata maaf yang tulus dan tuntas
betul-betul efektif jika kebencian, amarah ataupun dendam dikeluarkan
dari pikiran bawah sadar. Berbeda dengan pikiran sadar yang meski benci,
bibir bisa mengatakan “tidak!”, pikiran bawah sadar akan jujur
mengatakan “benci” dan “tidak bisa memaafkan” jika kebencian masih
bersemayam dalam diri seseorang. Ini karena pikiran sadar mempunyai
kemampuan untuk memanipulasi tampilan keluar, sedangkan pikiran bawah
sadar jujur apa adanya.
Saya sering ditanya bagaimana mengetahui bahwa pikiran bawah sadar
seseorang telah betul-betul mengampuni dan hatinya terbebas dari ikatan
kebencian dan dendam? Lewat proses hypnosis hal ini bisa dilakukan. Pada
saat seseorang memasuki kedalaman hypnosis, berada di gelombang otak
Teta, ia harus bisa megekspresikan pengampunannya itu. Seseorang yang
masih membenci, pikiran bawah sadarnya tidak bisa mengimajinasikan wajah
orang yang dibencinya. Atau, seandainya wajahnya kelihatan akan
terlihat kabur.
Di level ini, hipnoterapis meminta klien untuk memakai segala cara
untuk bisa melihat wajah tersebut. Apakah dengan cara memutar kembali
pengalaman buruknya dengan seseorang tersebut dan membiarkan luapan
emosinya dikeluarkan sampai dia betul-betul lega. Bisa juga si klien
ditanya penyebab ia tidak bisa melihat wajah orang tersebut.
Dalam kasus seorang ibu tengah baya, SH, di Puri kembangan yang saya
terapi, ia menggambarkan di matanya seolah ada selaput hitam. Ia
mengeluarkan selaput hitam itu dengan bantuan cahaya, dan ia berhasil.
Anda jangan terkejut, wajah yang tidak bisa diimajinasikan olehnya ialah
wajah suaminya sendiri yang setiap hari dijumpainya. Pikiran bawah
sadarnya membenci suaminya karena ia pernah selingkuh.
Pikiran bawah sadar tidak membedakan orang. Orang dekat sekalipun,
kalau menyakiti, wajahnya tak akan bisa diimajinasikan . Kalau orang
yang dibenci orang dekat seperti pasangan, orangtua, kakak-adik,
saudara, sahabat karib, testingnya bisa dilanjutkan dengan klien diminta
memegang tangan orang tersebut. dilanjutkan dengan ekspresi
pengampunan. Cek ketulusannya dengan meminta memeluk orang tersebut.
Jika klien bisa, proses pengampunan sedang terjadi. Kalau yang dibenci
itu orang lain bukan yang dekat secara emosional seperti kolega,
tetangga yang menyebalkan, bisa langsung dilanjutkan dengan ekspesi
pengampunan.
Testing ketulusannya cukup ditanya: “apakah pengampunanmu tulus?”.
Jika menjawab “tidak”, proses terapi mulai dari awal lagi. Jika menjawab
“ya” tetapi dengan jeda, klien bisa diminta untuk mengekspresikan hal
yang belum ia ekspresikan. Lalu lanjutkan dengan pertanyaan yang sama,
sampai ia menjawab “ya” dengan langsung, tanpa jeda. Ketika cek
ketulusan dijawab “ya” dengan langsung, tanpa jeda, proses pengampunan
sedang terjadi.
No comments:
Post a Comment